
PRIMENEWS |MEDAN : Hingga September 2025, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah menyelesaikan 61 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau menerapkan Perja No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Restorative Justice (RJ).
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Dr. Harli Siregar melalui Plh. Kasi Penkum M. Husairi, saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (20/9/2025) dari total 61 perkara tersebut 48 perkara terkait orang dan harta benda (Oharda), 9 perkara terkait Terorismen dan Lintas Negara, dan 4 perkara terkait Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum).
“Untuk penyumbang perkara terbesar berasal dari Kejari Gunungsitoli dan Kejari Batubara masing-masing 8 perkara, disusul Kejari Samosir 6 perkara dan Kejari Simalungun 5 perkara, sementara Kejari lainnya bervariasi dari 1 sampai 3 perkara,” tandasnya.
Sebelum diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif, lanjut Husairi ekspose perkara disampaikan kepada JAM Pidum Kejaksaan Agung setelah sebelumnya dilakukan ekspose secara berjenjang dari jaksa fasilitator.
“Penyelesaian perkara didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pertimbangan tersebut mencakup beberapa poin penting, yaitu para Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana/bukan residivis; kerugian yang dialami oleh Korban tidak lebih dari Rp. 2.500.000, antara Tersangka dan Korban telah ada perdamaian dan Korban juga telah memaafkan perbuatan Tersangka; pihak Korban setuju bahwa perkara tidak perlu dilanjutkan ke tahap penuntutan karena diantara korban dan para Tersangka sudah ada perdamaian dan kerugian yang dialami Korban telah dipulihkan,” paparnya.
Lebih lanjut Husairi menyampaikan, terpenuhinya kembali hak-hak Korban setelah dilakukan proses Restorative Justice, dihadapan keluarga kedua belah pihak, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan penyidik, Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbutannya.
“Penyelesaian perkara ini menegaskan komitmen Kejaksaan dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif, yang mengedepankan pemulihan hubungan antara pihak yang terlibat serta kepentingan masyarakat, dibandingkan semata-mata pada penjatuhan hukuman,” tandasnya.
Dengam adanya penyelesaian perkara, tambah Husairi artinya antara korban dan tersangka telah bersepakat untuk mengembalikan keadaan ke semula. Dengan kembalinya keadaan ke semula, tercipta harmoni di tengah-tengah masyarakat dan tidak ada dendam di kemudian hari.