April 19, 2025
Suami Isteri Sulsel

PRIMENEWS | Makassar : Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim menyetujui dan menerima permohonan Restotarif Justice (RJ) 3 perkara yang sebelumnya dilakukan ekspose kepada JAM Pidum Kejagung secara Daring, Rabu (16/4/2025) dan diikuti Asisten Tindak Pidana Umum Rizal Syah Nyaman, Koordinator Nurul Hidayat, Kasi Teroris Parawangsah, Kasi Oharda, Alham dan Kasi Penkum Soetarmi serta Kajari dan para Kasi Pidum secara daring dari kantornya masing-masing.

Menurut Agus Salim didampingi Kasi Penkum Soetarmi dalam siaran persnya menyampaikan bahwa 3 perkara yang diajukan dan disetujui untuk diselesaikan dengan pendekatan humanis adalah perkara dari Kejari Jeneponto, yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a Undang-undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan tersangka Bachtiar bin Baci (35 tahun) kepada istrinya Salmah (32 tahun).

Kejari Palopo mengajukan RJ atas nama tersangka Hasnaeni alias Mama Pina binti Anwar (38 tahun) yang melanggar pasal 351 ayat (1) KHUP (kasus penganiayaan) dengan korban atas nama Aisah (52 tahun) dan perkara dari Kejari Takalar atas nama tersangka Nur Syam bin Nawir Dg Ngawing (20 tahun) dan Nawir alias Dg Nai alias Boas bin Baso Dg Situju (30 tahun) yang melanggar pasal 351 ayat (1) KHUP (kasus penganiayaan) terhadap korban Andi Bintang Parawansyah bin Andi Suharto (20 tahun) dan Andi Nur Leonardi Parawansyah bin Andi Suharto (24 tahun).

Kajati Sulsel, Agus Salim mengatakan penyelesaian sebuah perkara lewat RJ harus memedomani Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Dari ketentuan yang ada dalam Perja, perkara ini sudah memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan keadilan restoratif. Juga telah dilakukan musyawarah dan disepakati adanya perdamaian antara korban dan tersangka,” kata Agus Salim.

Apabila sudah memenuhi persyaratan seperti yang tertuang dalam Perja No.15 Tahun 2020, dimana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta dan yang paling penting adalah antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai, maka proses penyelesaian perkara bisa dilaksanakan.

“Dalam hal ini, jaksa fasilitator harus tetap memantau proses perdamaian dan memastikan hubungan tersangka dan korban tetap harmonis. Karena esensi dari penyelesaian perkara ini adalah bagaimana tersangka dan korban serta keluarga kedua belah pihak bisa mengembalikan keadaan ke semula,” tandasnya.

Sebab, dari 3 perkara yang diselesaikan dengan humanis ini antara tersangka dan korbannya masih ada hubungan saudara, suami isteri dan abang beradik.

Kemudian, lanjut Agus Salim, untuk menguatkan diterapkannya penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif sudah ada testimoni dari tokoh masyarakat, agama, pemerintahan dan tetangga yang mendukung proses perdamaian.

“Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban, telah membuka ruang terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *