PRIMENEWS | Jakarta – Rupiah bergerak menguat secara perlahan dalam sepekan ini. Sikap Federal Reserve yang cenderung dovish dan data ekonomi dalam negeri yang positif mendukung rupiah untuk menguat.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/8), rupiah menguat 0,19% ke Rp 14.632 per dolar Amerika Serikat (AS). Dalam sepekan rupiah menguat 0,95%. Sementara, kurs tengah Bank Indonesia juga mencatat penguatan tipis rupiah 0,08% di hari ini menjadi Rp 14.702 per dolar AS. Sementara, dalam sepekan BI mencatat rupiah menguat 0,57%.
Analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan rupiah menguat sepekan ini karena dolar AS yang tadinya diproyeksikan cenderung menguat, ternyata berbalik arah. Sentimen negatif yang menimpa dolar AS adalah pernyataan sikap The Fed yang cenderung dovish pada Kamis (27/8).
“Testimoni The Fed cukup membuat dolar AS bearish karena ke depan suku bunga AS akan dipertahankan cukup rendah dalam waktu lama,” kata Lukman, Jumat (28/8). Dia menambahkan bahwa The Fed hanya akan mempertimbangkan kenaikan inflasi di atas 2% ketika ingin menentukan tingkat suku bunga acuannya.
Sementara, faktor data ketenagakerjaan tidak dipertimbangkan kembali dalam memberi pengaruh ke perubahan suku bunga AS. Itu sebabnya tren suku bunga rendah di AS akan berlangsung lama dan menekan dolar AS.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri menambahkan rupiah berangsur menguat di pekan ini karena kebutuhan dolar AS di dalam negeri guna repatriasi dividen juga berangsur menurun. Selain itu, penguatan rupiah juga didukung data neraca perdagangan Indonesia yang surplus US$ 3,26 miliar. Di tambah, Bank Indonesia juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI di 4%.
Namun, Reny menilai penguatan rupiah ini tidak bisa signifikan karena dibayangi kekhawatiran atas jumlah kasus corona yang masih memuncak di Indonesia. “Penguatan rupiah ini tertahan kekhawatiran pandemi, makanya rupiah belum bisa ke bawah Rp 14.500 per dolar AS,” kata Renny.
Sepekan depan Lukman memproyeksikan rupiah memiliki peluang untuk mempertahankan penguatannya ini. Sementara, dolar AS cenderung bergerak defensif. “Pekan depan ada rilis data tenaga kerja AS, tetapi seperti pernyataan The Fed sebelumnya, data tersebut tidak akan mempengaruhi suku bunga AS, dolar AS cenderung masih melemah dan rupiah minimal bisa bertahan bila tidak menguat,” kata Lukman.
Sementara, Reny mengatakan data inflasi Indonesia seharusnya bisa mendukung penguatan rupiah di pekan depan. Namun, kembali lagi kekhawatiran pandemi masih terus ada dan menahan penguatan rupiah.
Reny memproyeksikan rupiah bergerak di Rp 14.585 per dolar AS hingga Rp 14.750 per dolar AS di pekan depan. Sementara, Lukman memasang rentang di Rp 14.300 per dolar AS hingga Rp 14.700 per dolar AS.