November 23, 2024
17 Elisabeth

PRIMENEWS | KARO-Hanya karena merusak kopi dan serai (sereh) ibu dua anak bernama Elisabeth Melinda ini ditetapkan sebagi tersangka melalui Surat panggilan nomor :SP.Gil/126/II/2021/Reskrim tentang pengerusakan yang diketahui terjadi pada hari Senin (09/11/2020) tepatnya pukul 11.00 WIB di desa Kacinambun, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Tak terima dengan penetapan dirinya sebagai tersangka, Elisabeth Melinda mengajukan pra peradilan melalui kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Kabanjahe. Dari hasil pra peradilan, permohonan Elisabeth ditolak dan perkara dilanjutkan ke Kejaksaan Negeri Karo.

Elisabeth didampingi kuasa hukumnya Ardiansyah dan Amrizal menyampaikan bahwa sampai hari ini ia tidak terima dengan penetapan dirinya sebagai tersangka karena ia sebagai penyewa lahan dan bukti-bukti sewa menyewa lengkap. Lagi pula, Elisabeth mengaku bahwa tanah yang ia sewa adalah milik Bibi-nya sendiri dan memiliki surat alas hak yang jelas.

“Saya memang tidak begitu mengerti hukum, namun saya keberatan dengan hukum yang serta merta menjadikan saya tersangka, saya membersihkan ladang milik Ratna Br Ginting, yang mana luasnya 5 hektar, dan kuasa alas haknya sebagai penguna serta pengelola diserahkan kepada ibu kandung saya Dahlia Munte sebagai kuasa, dan ibu saya menguasakan kepada saya untuk mengelola seluas 2 hektar dengan sistem sewa. Lalu saya bersihkan untuk tujuan bercocok tanam. Akan tetapi, di atas lahan yang saya sewa ternyata ada PT. Bibit Unggul Karobiotik yang mengklaim tanah tersebut miliknya melalui kuasa yang diberikan kepada Jin Ngi yang kemudian melaporkan saya merusak tanaman,” kata Elisabeth.

Sampai putusan pra peradilan kemarin, Rabu (17/3/2020) Elisabeth tetap merasa tidak melakukan pengrusakan milik orang lain seperti yang tertuang dalam surat penetapan tersangkanya nomor : S.Tap/13/II/2021/Reskrim dan disangkakan dengan pasal 406 Jo pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHPidana.

“Semua surat sewa menyewa, surat tanah sebagai alas hak juga sudah kita sampaikan kepada hakim, bukti kwitansi dan kererangan para saksi yang menyampaikan bahwa di lahan yang saya sewa tidak ada tanaman kopi dan sereh,” kata Elisabeth.

Fakta di persidangan pra peradilan pun, para saksi menyampaikan bahwa di lahan tersebut tidak ada tanaman kopi dan sereh. Kemudian, masih berdasarkan para saksi di persidangan bahwa tanah tersebut sedang bermasalah dengan keluarnya surat HGU atas nama PT Bibit Unggul Karobiotik di atas lahan masyarakat yang surat tanah dan alas haknya jelas.

Kuasa hukum Elisabeth Melinda, M.Ardiansyah menyampaikan rasa kecewanya kepada Hakim yang menolak semua bukti-bukti pendukung yang menyatakan bahwa Elisabet benar-benar melakukan sewa-menyewa lahan di atas tanah Ratna br Ginting yang kemudian diklaim milik PT Bibit Unggul Karobiotik. Dan alat bukti kopi dengan serumpun serai yang katanya menyebabkan kerugian mencapai Rp300 juta rasanya tidak logis.

“Cobalah kita hitung tanaman kopi dan sereh yang benar-benar ada dan tumbuh di lokasi yang dibersihkan, apakah harganya mencapai Rp 300 juta dan lahan yang diusahai oleh Elisabeth pun ternyata masuk dalam HGU milik PT Bibit Unggul Karobiotik yang kemudian dilaporkan oleh Jin Ngi dengan sangkaan pengrusakan. Ada sesuatu hal yang membuat kita sebagai kuasa hukumnya kurang menerima penetapan tersangka klien kami ini,” kata Ardiansyah.

Di tempat terpisah, Ketua Jaring Mahasiswa LIRA Indonesia (Mahali) Sumut Ajie Lingga menyampaikan bahwa persoalan-persoalan tanah di Karo sudah lama berlangsung. Terutama pada saat dibukanya Siosar sebagai tempat pengungsian.

“Dari beberapa laporan masyarakat kepada kita, di atas lahan masyarakat ada terbit sertifikat HGU atas nama PT Bibit Unggul Karobiotik. Pertanyaannya adalah apakah BPN dalam mengeluarkan sertifikat ini tidak melakukan survey lapangan atau meninjau lahan mana yang akan disertifikatkan. Karena, pada akhirnya sertifikat ini banyak menuai permasalahan di Tanah Karo,” kata Ajie Lingga.

Laporan masyarakat kepada kita, lanjutnya ada pula seseorang dijadikan tersangka karena mengolah tanah yang disewanya dari pemilik lahan. Ternyata, lahan tersebut masuk dalam HGU milik orang lain dan masyarakat yang tidak tahu dengan permasalahan ini dijadikan tersangka oleh aparat kepolisian.

“Terkesan ada upaya oknum-oknum tertentu untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak mempermasalahkan tanahnya yang masuk dalam HGU milik orang lain. Aparat penegak hukum harus tegas dalam menindaklanjuti permasalahan ini,” tandas Ajie Lingga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *