PRIMENEWS | Kabanjahe-Pasca penetapan tersangka terhadap salah seorang ibu rumah tangga oleh Polres Karo, atas nama Elisabeth Melinda yang diduga melakukan pengrusakan di atas lahan seluas 2 hektar yang disewanya dari Ratna Br Munthe ternyata menuai berbagai permasalahan.
Elisabeth Melinda masih tetap bersikukuh bahwa dirinya tidak melakukan pengrusakan. Seperti penuturannya saat ditemui di Kabanjahe, Sabtu (11/4/2021) bahwa dirinya sudah membayar uang sewa tanah tersebut melalui kuasa Ratna Br Munthe, yaitu ibu kandungnya sendiri Dahlia Br Munthe.
“Yang jadi pertanyaan bagi saya sampai hari ini adalah, kenapa tiba-tiba saya dilaporkan oleh Jin Ngi yang mengaku sebagai perwakilan dari PT Bibit Unggul Karo Biotik (BUKB) yang katanya memiliki Sertifikat HGU atas lahan yang saya sewa. Ini yang saya kurang mengerti, kenapa di atas lahan Ratna Br Munthe bisa ada surat HGU lagi,” kata Elisabeth.
Pada kesempatan itu, Elisabeth juga menyampaikan bahwa belakangan telah beredar percakapan antara supir traktor Jontri Berutu dengan salah seorang kepercayaan PT BUKB yang mengaku namanya Salim Puncak. Di akhir percakapan terungkap bahwa salah seorang oknum penyidik Polres Karo meminta lahan kepada bos PT BUKB seluas 3 hektar untuk ditanami kentang.
“Inti dari percakapan ini semakin meyakinka saya bahwa aparat penegak hukum di Tanah Karo tidak lagi berpihak kepada masyarakat yang buta dengan hukum. Ada kesan, bagaikan menegakkan benang basah dimana benangnya telah dibasahi oleh seseorang yang merasa mampu membeli oknum-oknum penegak hukum di Tanah Karo. Secara khusus, saya bermohon kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda agar turun tangan ke bawah untuk melihat hal ini,” kata Elisabeth Melinda.
Di tempat terpisah, Ketua Ketua Jaring Mahasiswa LIRA Indonesia (Mahali) Sumut Ajie Lingga mengaku sangat prihatin dengan bermunculannya permasalahan tanah di Siosar, terutama sejak di kawasan itu dibuka jadi tempat pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung.
“Dari beberapa laporan masyarakat kepada kita, di atas lahan masyarakat ada terbit sertifikat HGU atas nama PT Bibit Unggul Karo Biotik. Pertanyaannya adalah apakah BPN dalam mengeluarkan sertifikat ini tidak melakukan survey lapangan atau meninjau lahan mana yang akan disertifikatkan. Karena, pada akhirnya sertifikat ini banyak menuai permasalahan di Tanah Karo,” kata Ajie Lingga.
Laporan masyarakat kepada kita, lanjutnya ada pula seseorang dijadikan tersangka karena mengolah tanah yang disewanya dari pemilik lahan. Ternyata, lahan tersebut masuk dalam HGU milik orang lain dan masyarakat yang tidak tahu dengan permasalahan ini dijadikan tersangka oleh aparat kepolisian.
“Terkesan ada upaya oknum-oknum tertentu untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak mempermasalahkan tanahnya yang katanya masuk dalam HGU milik BUKB. Aparat penegak hukum harus tegas dalam menindaklanjuti permasalahan ini. BPN juga harus menentukan titik koordinat dari kepemilikan HGU tersebut apakah benar telah menimpa tanah milik masyarakat atau tidak,” tandas Ajie Lingga.
Reaksi penolakan dan upaya perlawanan terhadap upaya-upaya oknum tertentu yang ingin menguasai lahan di Puncak 2000 Siosar juga dilakukan oleh Ketua DPC Pro Jokowi (Projo) Kabupaten Karo, Lloyd Reynold Ginting Munthe, SP.
Dalam aksi mereka di depan kantor Bupati Karo, tertulis beberapa spanduk yang meminta agar mafia tanah segera ditangkap, perambah hutan ditangkap, dan meminta aparat penegak hukum tidak berat sebelah dalam menegakkan keadilan.
“Kita juga sudah mengumpulkan bukti-bukti kecurangan dan upaya-upaya oknum untuk mendapatkan ijin-ijin operasional dari Dinas Perizinan Tanah Karo, antara lain dengan memalsukan surat-surat, melampirkan surat tanah masyarakat tanpa ijin dan bukti lainnya,” kata Lloyd Munthe saat ditemui di Kabanjahe beberapa waktu lalu.
Dari hasil pertemuan Projo dengan Bupati Karo Terkelin Brahmana, yang menyampaikan bahwa semua butuh proses. Kemudian, dari hasil aksi tersebut Dinas Perizinan akan menunda kegiatan PT Bibit Unggul Karo Biotik (BUKB) di Puncak 2000 Siosar selama hukum bergulir, dan BPN Karo menyatakan bahwa, Sertipikat HGU PT BUKB yang terbit pada tahun 1997 belum mempunyai titik kordinat, sehingga batas-batasnya belum bisa ditentukan.