PRIMENEWS | Jakarta – Dampak wabah Covid-19 di Indonesia menyakibatkan ekonomi Indonesia mengalami penyusutan atau kontraksi pada triwulan II-2020. Hal ini yang pertama kalinya tejadi sejak dihantam krisis moneter 1998. BPS mencatat angka Produk Domestik Bruto pada triwulan II 2020 minus hingga 5,32%.
Penyusutan lebih besar dari prediksi pemerintah dan Bank Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi PDB di kuartal II akan jatuh minus 3,8%, sementara Bank Indonesia memprediksi penurunan sebesar minus 4,8%.
Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan bahwa kontraksi PDB itu berarti situasi resesi ekonomi sudah di depan mata.
Berikut ini fakta-fakta yang akan terjadi jika Indonesia mengalami resesi :
- Sulit Mendapat Pekerjaan
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, dampak dari resesi yang berpotensi paling dirasakan masyarakat adalah sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan.
Kenapa lapangan pekerjaan jadi susah ditemukan? Karena aktivitas-aktivitas ekonomi belum kembali normal.
“Kemungkinan, untuk rata-rata industri, yang bisa mereka pekerjakan kembali tinggal 50%, artinya 50% sisanya ini, yang sudah terlanjur terdepak dari lapangan kerja ini, mereka harus mendapatkan pekerjaan dari mana?” kata Enny .
- Jatuhnya Daya Beli
“Kemarin dunia usaha mengatakan, begitu ada pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), karena masih harus memenuhi protokol Covid-19, maka pekerja-pekerja yang mereka rumahkan tidak full 100% mereka bisa pekerjakan kembali,” ujar Enny Sri Hartati.
Selain itu seorang pengamat berkata, pendapatan korporasi dan pelaku usaha juga bisa menurun lantaran berkurangnya daya beli masyarakat.
- Potensi Memicu Konflik Sosial
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, bahwa sejumlah kehidupan masyarakat akan terganggu akibat kehilangan pendapatan dan pekerjaan, hal ini berpotensi memicu konflik sosial atau konflik horizontal di masyarakat. - Harga Properti Turun
“Nilai real estate juga akan turun karena banyak rumah tangga yang menurunkan niatnya untuk menyewa atau membeli real estate.” ujar Tauhid Ahmad. - Pinjaman dan Utang Semakin Meningkat
Tauhid Ahmad berpendapat, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, pinjaman dan utang akan semakin meningkat. “Pinjaman dan utang akan semakin meningkat karena keluarga akan mencari sumber pinjaman baru,” ujarnya, - Lebih Berat dari Krisis 1998
Terakhir kali Indonesia mengalami krisis ekonomi masif adalah pada krisis moneter 1997-1998. Enny Sri Hartati mengatakan Indonesia membutuhkan waktu lebih dari lima tahun untuk bangkit.
“Berdasarkan pengalaman kita menghadapi krisis ’97-’98 saja tidak cukup lima tahun untuk benar-benar pulih. Dampak pandemi itu jauh lebih berat daripada krisis ’97-’98.
“Karena krisis ’97-’98 itu hanya beberapa sektor yang berdampak, kali ini dampaknya seluruh sektor,” kata Enny.
- Pemasukan Seret
Menurut Perencana Keuangan Andi Nugroho, dampak paling terasa adalah pada pemasukan. Jika negara mengalami resesi maka pemasukan yang diterima masyarakat akan semakin sulit.
“Betul (resesi berpengaruh kepada pemasukan yang semakin seret),” ujarnya saat dihubungi Okezone.
- Ancaman PHK Bagi Pekerja
Andi menjelaskan, saat resesi yang paling ditakutkan adalah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab, para perusahaan akan mengalami kesulitan.
PHK massal yang terjadi akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Sebab pendapatan menurun membuat masyarakat menahan belanjanya.
“Paling ditakutkan sebenarnya pengurangan karyawan. Otomatis juga akan mengurangi penghasilannya berkurang maka daya belinya akan berkurang,” jelasnya.