September 7, 2024

PRIMENEWS | MEDAN-Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, SH,MH didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, SH,MH dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH,MH, Kasubdit pada JAM Pidum Kejagung RI, Kajari Belawan Samiaji Zakaria, SH, MH, para Koordinator serta para Kasi langsung dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan, Selasa (9/7/2024).

Kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Toba Samosir Dohar N Nainggolan, SH,MH didampingi Kasi Pidum serta Jaksa Penuntut Umum, serta Kajati dan Kejari di daerah lainnya di Indonesia yang mengajukan permohonan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Kajati Sumut Idianto,SH,MH melalui salah seorang Koordinator Bidang Intelijen Yos A Tarigan yang juga mantan Kasi Penkum Kejati Sumut menyampaikan bahwa dua perkara yang diusulkan dan disetujui penghentian penuntutannya dengan pendekatan restorative justice berasal dari Kejari Belawan dan Kejari Toba Samosir.

“Perkara dari Kejari Toba Samosir dengan tersangka atas nama Hotmauli Rajagukguk melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana (penganiayaan) dan dari Kejari Belawan dengan tersangka atas nama Mahatir Alvin melanggar Pasal 44 ayat (1) UU NO. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo Pasal 64 KUHP,” paparnya.

Dua perkara ini, lanjut Yos A Tarigan disetujui untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.

“Dua perkara disetujui penghentian penuntutannya dengan pertimbangan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kemudian antara tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai,” tegas Yos A Tarigan.

Proses perdamaian antara tersangka dan korban, kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini disaksikan langsung oleh keluarga, tokoh masyarakat, penyidik dari Kepolisian, dan Jaksa Penuntut Umum.

“Esensi dari perdamaian antara tersangka dan korban adalah terciptanya harmoni di tengah masyarakat dan pengembalian keadaan ke semula. Dimana, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan korban memaafkan tersangka dan tidak ada dendam di kemudian hari,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *