PRIMENEWS | Tapanuli Selatan : Bencana banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Tapanuli Bagian Selatan pada Rabu 27 November 2025. Derasnya air yang membawa gelondongan kayu dan batu besar menghanyutkan sebahagian rumah dan membuat kampung luluh lantak. Masyarakat terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Keadaan mencekam.
Dalam Bincang Tipis-Tipis di akun Erman Tale Daulay, langsung dari lokasi bencana di Tolang Julu, Sayurmatinggi, Tapsel, tokoh adat sekaligus perwakilan paguyuban Parsadaan Marga Pulungan, Muhammad Erwin Pulungan, memaparkan kondisi di lapangan dan dugaan penyebab banjir bandang tersebut.
Erwin menunjuk wilayah yang terdampak cukup parah di kawasan basis Marga Pulungan, seperti Sipange, Tolang Jae, dan Tolang Julu.
Ia memaparkan, sejak banjir mulai menggenangi, langkah cepat telah dilakukan oleh Kepala Desa setempat untuk mengungsikan warga ke tempat yang lebih tinggi.
“Air datang bukan hanya membawa air biasa, tapi disertai kayu-kayu besar. Ini bukan kayu hasil kerja masyarakat, melainkan bekas pembukaan atau pengembangan di kawasan atas,” jelas Erwin.
Ia menegaskan bahwa gelondongan kayu yang menyeret rumah-rumah warga bukan berasal dari aktivitas masyarakat lokal. Menurutnya, hal tersebut kuat dugaan berkaitan dengan aktivitas perusahaan yang memiliki izin di kawasan hulu.
“Kami mohon perhatian Menteri Kehutanan untuk memeriksa dan menertibkan izin-izin yang ada di atas. Kalau kondisi ini terus dibiarkan, setiap curah hujan tinggi akan selalu berpotensi menimbulkan banjir bandang,” katanya.
Erwin menjelaskan, banjir bandang menjadi sangat merusak karena material kayu dan batu ikut terseret arus akibat erosi di wilayah hulu. Jika tidak ada kayu-kayu tersebut, menurutnya, banjir kemungkinan hanya akan berupa luapan air biasa yang mengalir tanpa menghancurkan permukiman.
Lebih lanjut, ia menolak anggapan bahwa tidak terjadi penggundulan atau perambahan hutan di wilayah tersebut. Sebagai bagian dari lembaga adat dan Parsadaan Marga Pulungan, Erwin menyebut kawasan itu merupakan tanah adat yang telah beberapa kali diperingatkan agar tidak dirambah.
“Ada sekitar 15 ribu hektare tanah adat di atas yang sudah diambil. Kami sudah berulang kali mengingatkan pemerintah agar jangan merusak hutan, apalagi saat curah hujan tinggi,” tegasnya.
Ia juga menyebut akses perambahan tidak hanya dari wilayah setempat, tetapi juga dari arah Angkola Selatan dan Mosa, yang menurutnya masih termasuk tanah adat masyarakat.
Setelah meninjau berbagai lokasi banjir bandang di Tapanuli Selatan, Erwin meminta pemerintah daerah untuk lebih sigap dalam melakukan antisipasi dan penanganan. Ia menekankan pentingnya dua hal utama, yakni pencegahan dan penyaluran bantuan yang merata.
“Bantuan harus cepat dan merata, karena ada beberapa daerah yang terlewat. Tapi yang paling penting adalah pencegahan, bagaimana caranya supaya kejadian ini tidak terulang lagi. Apinya harus dipadamkan dari awal, bukan asapnya” pungkasnya.
Bencana banjir bandang di Tapanuli Bagian Selatan ini kembali menjadi peringatan akan pentingnya pengelolaan lingkungan dan pengawasan ketat terhadap aktivitas di kawasan hulu demi keselamatan masyarakat di wilayah hilir.
