Juli 27, 2024

PRIMENEWS | MEDAN- Majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Labuhanbatu Ir Muhammad Yusuf Siagian dan Elida Rahmayanti selaku Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah (Setda), Jumat (17/11/2023) geleng-geleng kepala dan merasa heran dengan jawaban saksi Sofyan Hasibuan (mantan Asisten Pemerintahan dan Kesra Kabupaten Labuhanbatu).

Saat jaksa dari Kejari Labuhanbatu Raja Liola Gurusinga didampingi Dimas Pratama dan Basrief Aryanda menanyakan tata cara kerja dan prosedur pencairan uang dari bendahara, Sofyan menyampaikannya secara detail. Lalu, ketika jaksa mempertanyakan kenapa ada pencairan uang dari bendahara tanpa paraf, menurut Sofyan Hasibuan karena sudah ada penegasan lisan dari KPA bahwa kelengkapan berkasnya menyusul.

Lalu penasehat hukum terdakwa Muhammad Yusuf Siagian dan Elida Rahmayanti mempertanyakan terkait uang yang dikembalikan Sofyan Hasibuan sebesar Rp 88 juta, kenapa dikembalikan dan apa dasarnya dikembalikan.

“Karena sudah berdasarkan temuan BPK, dan disarankan untuk dikembalikan berdasarkan surat dari Sekda, ya saya kembalikan,” kata Sofyan dalam persidangan di Cakra 8 Pengadilan Tipikor, PN Medan, Jumat (17/11/2023).

Penasehat hukum membeberkan bahwa uang-uang yang keluar dari bendahara tanpa Nota Pencairan Dana antara lain untuk keperluan uang LSM dan Wartawan serta kebutuhan lainnya. Berdasarkan data dari bendahara, ada seratus juta lebih uang yang dicairkan kepada Sofyan Hasibuan. .

“Itu tidak benar yang mulia. Kalau berdasarkan temuan BPK sebesar Rp88 juta dan itu sudah saya kembalikan ke kas negara,” tandasnya.

Lalu Hakim Ketua Fauzul Hamdi mempertanyakan apakah ada aturan yang dilanggar dalam proses pencairan dana tersebut, Sofyan menjawab tidak tahu. Hakim mencecar Sofyan atas dasar apa Anda berani mengajukan pencairan dana dan dana tersebut keluar dari bendahara.

“Perintah dari pak Bupati yang mulia, saya pikir uang yang ada di bendahara Sekda itu adalah uang Bupati juga,” kata Sofyan lagi.

Mendengar jawaban Sofyan Hasibuan, hakim geleng-geleng kepala. Karena, tata cara dan proses pencairan uang persediaan yang ada di Setda Labuhanbatu dilakukan tanpa aturan hukum yang jelas.

Hakim Husni Tamrin juga meminta mantan Aspem tersebut untuk menjelaskan kenapa ada pencairan dana tanpa sepengatahuannya, jawaban Sofyan sangat singkat, tidak tahu yang mulia.

Selain saksi Sofyan Hasibuan JPU Kejari Labuhanbatu juga menghadirkan Makmur, H Amru dan Zulkarnaen Siregar.

Sebelumnya, Tim JPU pada Kejari Labuhanbatu dimotori Raja Liola Gurusinga didampingi Dimas Pratama dan Basrief Aryanda menjerat mantan Sekda Ir Muhammad Yusuf Siagian melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Elida Rahmayanti (berkas terpisah).

Dimana, pada periode bulan Januari hingga Agustus 2017, keduanya tersandung perkara korupsi senilai Rp1.277.415.505 terkait pengelolaan Uang Persediaan pada Setda Labuhanbatu.

Dana yang mengalir ke Setda Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran (TA) 2017 sebesar Rp41.501.923.179. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas / operasional Elida Rahmayanti mengajukan dokumen Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP) ditujukan kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK).

“Selanjutnya diteruskan kepada terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA) SKPD Setda sebesar Rp1,5 miliar,” urai Dimas Pratama.

Terdakwa mantan Sekda selaku PA kemudian menandatangani perihal Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP) yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Labuhanbatu dan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan tertanggal 10 Maret 2017.

Cara terdakwa selaku PA dan Elida Rahmayanti selaku Bendahara Pengeluaran melakukan penarikan Uang Persediaan pada Setda Labuhanbatu Tahun Anggaran 2017, lanjutnya, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) meminta pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran atas kegiatan yang akan dilaksanakan maupun atas kegiatan yang sudah dilaksanakan.

Dengan cara mengajukan Nota Pencairan Dana (NPD) yang ditandatangani oleh PPTK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berikut administrasi kelengkapannya seperti Surat Pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan.

Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 8 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *