Desember 7, 2024
24 Sapta Nirwandar1

PRIMENEWS | MEDAN – Dalam momen Bincang-Bincang Tipis-Tipis di channel Youtube Tale Trias Info, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Centre, Prof. Dr. Sapta Nirwandar, SE menyampaikan beberapa hal terkait wisata halal. Dalam perbincangan ini, Erman Tale yang jadi host membongkar habis tentang pemahaman wisata halal.

“Ketika kita berbicara wisata halal, beberapa waktu lalu banyak yang menyampaikan pendapat positif dan negatif. Kalau ada bawal ngapain cari tiram, kalau ada yang halal ngapain pula cari yang haram,” kata Sapta Nirwandar.

Bapak Pariwisata Halal Indonesia ini berbicara tentang halal tourism (wisata halal) ada banyak persepsi yang dilontarkan. Kalau bicara tentang wisata bahari berarti wisata laut, wisata belanja berarti berkaitan dengan mall, wisata budaya berarti sangat erat kaitannya dengan seni budaya.

“Pariwisata berhubungan erat dengan hotel, makanan, dan berbagai aneka produk. Maka dari itu, pariwisata bisa dikatakan sebagai lokomotif perekonomian, termasuk pariwisata halal,” tandasnya.

Mengutif komentar Wapres Ma’aruf Amin bahwa wisata halal bukan menghalalkan destinasinya, melainkan pelayanan di tempat wisata tersebut. Antara lain, restoran, hotel, dan fasilitas lainnya.

Wisata halal berangkat dari kebutuhan Muslim traveler, seperti menjalankan Shalat 5 waktu, sehingga butuh tempat beribadah dan wudhu. Lalu, saat traveling, wisatawan Muslim butuh makan, sehingga makanan yang dicari untuk dikonsumsi pun harus halal. Hal ini termasuk hotel yang menyediakan peralatan shalat dan Al Quran, masjid hingga tidak menyajikan makanan non-halal hingga minuman keras.

“Pelayanan khusus ini menjadi extended services, salah satunya untuk Muslim traveler,” papar Sapta.

Di Indonesia, pariwisata halal terus berkembang, meski begitu harus diakui dalam perkembangannya masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah dan harus ditangani agar pariwisata halal Indonesia bisa berkembang dengan maksimal.

Dari hasil kunjungan kita ke luar negeri seperti di Bangkok, Thailand, sudah memiliki 17-20 hotel bintang lima yang menyatakan diri sebagai muslim friendly destination atau the leading hotel halal.

Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini menambahkan Indonesia memang sudah memiliki hotel ramah muslim atau restoran halal. Tapi belum sekelas dengan negara-negara tersebut.

Penyebab hal tersebut, menurutnya tidak lain karena belum ada pengusaha Indonesia yang berani membuat fasilitas hotel dan restoran sekelas itu. Untuk itu, penting untuk membangkitkan pengusaha muslim agar dapat membangkitkan fasilitas-fasilitas tersebut. Dengan begitu para turis, baik dalam maupun luar negeri akan datang dan menikmatinya.

Di masa pandemi Covid-19 banyak yang khawatir bahwa sektor pariwisata itu akan merasakan dampaknya. Siapa pun mengakui bahwa sektor pariwisata pasti terkena dampak akan tetapi tidak akan tutup. Karena, pariwisata itu kan basicnya pelancong atau traveler.

“Melancong (jalan-jalan) itu kan sudah menjadi bagian dari lifestyle. Untuk orang sehat, supaya gembira dan sebagainya. Nah, tantangannya adalah pariwisata itu harus aman, tapi sekarang kita diperhadapkan dengan Corona Virus Disease (Covid-19) yang susah dideteksi. Virus ini juga tidak pandang bulu, siapa pun bisa kena,” paparnya.

Pandemi Covid-19 telah berdampak luas tidak hanya di Indonesua, tapi juga negara lainnya. Ada banyak sendi kehidupan yang merasakan dampaknya terutama di sektor pariwisata. Harapan kita ke depan adalah kapan pandemi ini berubah menjadi endemi agar sektor pariwisata bisa kita bangkitkan kembali.

“Salah satu upaya kita untuk menggerakkan kembali sektor pariwisata adalah dengan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition atau Event (MICE), event itu bisa olahraga sama budaya dengan pelaksanaannya yang tetap mengedepankan prokes. MICE ini menjadi salah satu pintu masuk kita membangkitkan kembali sektor pariwisata,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *